Rasa Syukur
Hai!
Sebenernya aku udah capek banget tadi. Rasanya begitu
selesai latihan di Gereja, mau langsung tidur, nggak usah mandi. Tapiiiiii……
tetep nggak bisa. Aku harus mandi kalo habis berkegiatan, apalagi seharian
kayak hari ini. Hari ini aku kuliah jam 9 pagi sampai jam 12.30, terus langsung
meluncur ngelesin sampai jam 14.30, lanjut makan siang karena udah laper banget
(maklum, pagi cuma sarapan segelas jus apel-stroberi-pisang), selesai makan
siang langsung lanjut kerja kelompok sampai jam 17.30. nggak berhenti di situ,
sepulang japok, mampir rumah sebentar buat tukar tas ransel jadi tote bag gembel yang isinya
naskah-naskah untuk latihan di gereja. Di gereja, aku latihan membacakan kisah
sengsara Yesus untuk Minggu Palma yang tingga dua minggu lagi. Latihan berlangsung
dari jam 18.00, yang baru benar-benar dimulai jam 19.30, sampai jam 22.30.
Begitu latihan selesai, bersamaan dengan hujan yang masih mengguyur, aku
langsung pulang ke rumah dan mandi dan membuka laptop.
Aku tiba-tiba niat banget buat nggak langsung tidur, tapi
malah bikin tulisan ini karena kejadian di kelas tadi pagi…
Dosen Translation,
yang juga merupakan dosen pembimbing akademik kami, tiba-tiba meminta kami
untuk memandang keluar jendela dan tidak boleh mengeluarkan suara sedikitpun. Kami
pun menurut dan melihat keluar jendela. Aku melihat atap-atap gedung kampus
yang lain, pohon, dan capung-capung atau serangga apalah itu beterbangan. Pemandangan
itu hanya kunikmati sesaat saja. Sisanya, aku bertanya-tanya kenapa kami kok
disuruh memandang keluar jendela dan tidak boleh bersuara selama kurang-lebih 3
menit.
Setelah 3 menit berlalu, dosenku itu menanyakan pada
beberapa anak di kelas, apa yang mereka rasakan dan pikirkan selama kami
melihat keluar jendela selama 3 menit tadi. Jawaban dari teman-temanku
berbeda-beda, ada yang penuh makna, ada yang jujur mengatakan bingung.
“Aku merasa sedih. Nggak tau kenapa, tapi aku merasa sedih
ketika memandang keluar jendela tadi.”
“Ketika memandang keluar jendela tadi, aku melihat cuaca yang
cerah. Padahal kemarin sore hujan deras disertai petir. Itu menunjukkan bahwa
setiap hari adalah suatu hal yang berbeda dan tidak akan pernah sama.”
“Aku lebih fokus ke jendelanya, bukan ke pemandangan di
luar. Aku merasakan banyaknya hal yang harus aku lakukan akhir-akhir ini, aku
juga menyadari kalau mungkin saking sibuknya aku dengan kegiatanku, aku jadi
kurang menyediakan diri untuk mendengarkan orang lain. Ketika melihat jendela
itu, rasanya aku bisa melepaskan beban-bebanku keluar.”
“Aku merasakan betapa indahnya hidup.”
Begitulah lebih-kurangnya pendapat teman-temanku ketika
ditanya apa yang terlintas di pikiran mereka selama 3 menit hening tadi.
Sedangkan aku? Ketika melihat keluar tadi, yang terlintas
setelah pemandangan di luar jendela adalah tugas-tugas dan kegiatan-kegiatan
yang menumpuk dan harus segera dijalankan supaya cepat selesai. Selain itu, aku
merasa kosong dan hampa. Rasanya lelah dengan rutinitas ini. Intinya, apa yang
aku rasakan saat itu termasuk negatif apabila dibandingkan dengan apa yang dirasakan
oleh teman-temanku.
Lalu dosenku itu menjelaskan bahwa beliau ingin kami untuk
beristirahat sejenak dari kepenatan yang sedang kita alami karena sebagai
mahasiswa semester sekian, kami pasti susah menemukan waktu untuk benar-benar
diam and realize how great God is.
Beliau juga menceritakan mengenai sebuah video yang pernah
ditonton yang bercerita bahwa di dalam diri manusia, ada dua sisi, yaitu Adam 1
dan Adam 2.
Begini, Adam 1 adalah bagian dari diri kita yang mengejar
prestasi, mimpi, kesuksesan, dan hal-hal sejenis. Sedangkan Adam 2 adalah sosok
kita yang ingin bahagia, bersenang-senang, berinteraksi dengan teman dan
keluarga, menikmati hidup, dan sejenisnya. Kurang lebih begitu.
Untuk menjadi mahasiswa atau sosok yang sehat, sebaiknya
jangan membiarkan Adam 1 menguasai diri kita karena kebahagiaan kita ketika
melihat nilai A hanyalah bertahan sesaat sedangkan kebahagiaan ketika kita
berinteraksi dengan orang lain dan menikmati hidup, akan bertahan selamanya.
Maka dari itu, sudah seharusnya aku bersyukur dan menikmati
apa yang sedang aku jalani sekarang ini. Aku bersyukur bahwa aku bisa berkuliah
karena itu merupakan suatu keistimewaan, di mana tidak semua orang bisa
merasakan bangku kuliah. Aku bersyukur atas tugas-tugas yang diberikan oleh
dosen karena dari tugas-tugas itulah, aku bisa menambah pengetahuanku,
mempererat relasiku dengan teman-teman, dan melatih my speaking skill yang termasuk lemah. Aku bersyukur karena aku
menjadi Sekretaris Panitia Paskah 2015 di Gereja, bersamaan dengan tugas
menjadi narator dalam tiga kesempatan selama seminggu, dan menjadi lektor
(pembaca Kitab Suci) saat Malam Paskah besok yang mengharuskan aku memiliki
jadwal latihan empat hari dalam seminggu. Aku bersyukur karena dengan itu
semua, aku bisa belajar menghargai waktu dan menggunakan setiap waktu yang
berharga itu dengan bijaksana. Aku juga bisa mengenal banyak orang-orang baru
dan tanggung jawab baru. Tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan untuk
menjalankan kegiatan dan tanggung jawab seperti itu. Lebih lagi, aku bersyukur
karena aku masih bisa terus melakukan semuanya di tengah kondisi tubuh yang
sedang tidak fit karena batuk dan (sepertinya mau mulai) flu.
Sungguh, Tuhan sangat baik karena masih memberikan hari-hari
ini untuk dijalani dengan berbagai kegiatan yang pastinya bermakna dan berguna.
Memang rasa lelah dan bosan pasti akan muncul, namun aku
harus bisa menyikapinya dengan sebaik mungkin. Aku tidak boleh memanjakan rasa
lelah dan bosan itu.
Dosenku memberi saran kepada kami untuk sesekali, atau setiap
kali kami merasa memiliki banyak beban, sebaiknya kami menyediakan waktu untuk
hening dan memandang ke langit. Rasakan betapa indahnya hidup ini. Beban-beban
itu bukanlah hal yang harus dikeluhkan setiap saat. Cobalah untuk selalu senang
dalam menjalani apa pun sehingga tidak akan ada beban yang harus dirasakan.
Ah. Benar.
Kamis, 12 Maret 2015, 23:39
(Agatha Elma Febiyaska)
Comments
Post a Comment