Sebuah Pertimbangan
Baru kemarin....
Baru kemarin dulu aku memutuskan untuk mundur. Baru kemarin kapan itu aku senang bisa mengalami kedekatan itu. Dan baru kemarin ini aku mengetahui hal yang cukup menjadi alasan kuat untukku menuliskan: "entek atiku. tenanan iki." di twitter. Kejadian yang berbeda-beda silih-berganti mewarnai kisahku.
Aku memutuskan untuk berhenti menaruh harap itu. Namun baru beberapa jam yang lalu terlintas pikiran nakal: bisa nggak sih perasaanku ke kamu dijadiin bahan pertimbangan?
Seandainya, seandainya banget, itu bisa, aku bener-bener bakal memperjuangkan semuanya. Aku yang selalu meremas tangan setiap membaca atau mendengar mengenai kehidupan khusus itu, aku yang tidak bisa menangis meski sesakit apa pun perasaanku, aku yang selalu lihai bermain peran di hadapanmu. Aku dengan semua modal itu akan maju. Hell yeah, aku sebenarnya tertawa sinis ketika menuliskan kalimat sebelumnya dan membacanya ulang. Memang aku berani apa? Selama ini, memangnya aku pernah berani maju untuk memperjuangkan perasaanku? Aku rasa belum pernah. Mengenaskan. Memang.
Tapi aku berharap (banget) dan bermimpi (selalu) seandainya kamu tahu semua yang kusimpan selama ini. Atau setidaknya, kamu tahu kalau blog ini ada. Aku pengen kamu tahu semuanya. Dari mana semua puisi-puisiku, dari mana sebagian cerpen-cerpenku, dari mana curahan-curahan itu berasal. Seandainya ya....
Kalau kamu tahu, setidaknya kamu akan mempertimbangkan lagi semuanya. Kamu akan berpikir ulang. Memangnya iya kamu akan seperti itu kalau kamu tahu semuanya? Aku hanya bisa (kembali) menaruh harap.
Setiap kata-kata yang meluncur dari mulutmu, setiap senyum yang kau lempar, setiap tawa yang kau kumandangkan, setiap kisah yang kau ceritakan, semuanya tersimpan rapi di sana, di sebuah laci berukuran paling besar di dalam sana... Coba kamu juga dengan tekun mengarsipkan setiap kata, senyum, tawa, dan kisahku...
Kamu pasti akan berpikir ulang. Kamu pasti akan mempertimbangkannya. Entahlah, kenapa aku begitu yakin dengan pikiran nakal yang tiba-tiba terlintas saat sedang mengendarai motor menuju minimarket itu.
Aku memang pernah menyatakan akan mundur dan fakta baru yang terungkap kemarin malam memang semakin menghabiskan sisa-sisa rasaku, tapi tawa dan sikapmu setiap kali kita bertemu selalu membuat nuraniku menyindir, "Segitu doang usahamu? Masih ada celah tuh..."
Kamu pernah menjadi yang terhebat,
sedang menjadi yang terhebat,
dan akan selalu menjadi yang terhebat dalam kisahku...
Ruang TV, Melalaikan Usek, 22:06
(Agatha Elma Febiyaska)
Comments
Post a Comment