Bukan Galau, Tapi Anu...
Perasaan yang benar-benar kacau memaksa mataku untuk terjaga meskipun hari hampir berganti dan besok aku masih harus menghadapi try out dua mata pelajaran khas jurusan. Aku sedang tak ingin ambil peduli. Yang aku rasakan, itu yang memaksaku untuk terjaga dan menumpahkan semuanya di sini.
Perasaanku sungguh dipermainkan malam ini, hanya dalam waktu kurang dari satu jam. Perasaan kecewa yang diliputi keegoisan, perasaan lega dan bahagia yang masih didekap keegoisan, dan berakhir pada perasaan yang.... absurd. Ngladeni kowe ki mung marakke lara ati! Ya, itu yang terus terulang dalam benakku.
Aku memang masih bingung dengan perasaanku sendiri. Aku pernah bilang berkali-kali mau mundur, lalu dalam jangka waktu yang hanya sekedipan mata, aku kembali penuh harap karena perlakuannya yang selalu kukatakan luar biasa. Aku kembali berharap, harap yang jauh dan tak terengkuh, namun aku tetap berani bertahan pada harap itu. Hingga dalam kedipan waktu berikutnya, aku kembali tersadar dengan sikapnya yang begitu berbeda. Sikapnya yang dingin dan tak peduli. Menghempaskan telak-telak harapku yang baru memulai belajar untuk terbang kembali. Aku tersentak dan tersadar. Mungkin aku berlebihan dengan menuliskan dua hal tersebut, namun itulah yang sanggup menggambarkan keadaan perasaanku. Sudah diberitahu (oleh orang sekitar dan diri sendiri) dan mengalami berkali-kali kok ya nggak kapok-kapok. Ngeyel!
Boleh ya sedikit berlebih untuk kali ini. Rasanya tuh sakit, nyesek, nggak enak. Semua pikiran positif berubah negatif. Mood bagus yang dibangun sejak permulaan hari runtuh menjelang akhir hari dan berlanjut di hari berikutnya. Perubahan sikap yang lebih menyenangkan dan akrab terasa tak ada gunanya karena hanya bisa meraih kebahagiaan yang umurnya sependek bulu hidung (yang pendek lho ya..). Lagi-lagi aku ingin berandai-andai akan satu hal yang tak ahli kulakukan. Seandainya aku bisa menangis, pasti tadi saat ‘konsultasi cinta’ ke Mona dan Ika, aku sudah membuang air mataku dan saat berdoa sebelum tidur, doa di mana namamu selalu hadir, air mataku pasti sudah berebut keluar. Sayangnya (untuk kesekian kalinya), aku nggak bisa nangis untuk perkara macam itu.
Seandainya kamu tahu, setiap mengalami perasaan putus asa seperti ini, aku selalu merasa akan menangis kalau bertemu denganmu dan aku selalu memikirkan berbagai cara menghindar darimu. Tapi yang terjadi? Aku tetap bisa tertawa lepas dan melupakan semua perasaan sialan itu kalau aku akhirnya bertemu denganmu. Mungkin sebegitu hebatnya aku bermain peran, mungkin juga sebenarnya perkara semacam itu tidaklah layak untukku terlalu dibawa sedih. I’m not a drama queen. Aku setegar batu karang, seperti perawakanku.
Tapi tetap saja rasanya tuh.... PARAH!
Aku tiada spesial di hadapmu
Aku hanyalah aku di mata tiap orang
Dalam ketiadaan itu
aku masih berani bermimpi
supaya kau tidaklah semu
dan tak terengkuh
Ketiadaan yang menimbulkan gores
Ketiadaan yang memutar ulang
Ketiadaan yang menyadarkan
Kamar Saka, Nggak bisa tidur, 23:40 (Semalam)
(Agatha Elma Febiyaska)
Comments
Post a Comment