Semoga ya...
Semoga nggak ada lagi.
Masanya
telah habis. Aku berharap tak ada lagi tatap muka denganmu meskipun itu ingin
hatiku. Aku berharap tak ada lagi hal yang berhubungan denganmu meskipun tak
ada lagi yang kuinginkan selain itu. Aku berharap tak ada lagi yang menyebut
namamu meskipun hatiku memberontak jika disuruh bisu tentangmu.
Segala
kemunafikan nampak jelas. Apa lagi yang bisa dan harus aku perbuat untuk
‘mengenyahkanmu’ karena kamu tak lagi ‘menyatu’ dalam kisahku? Untuk apa harus
ada tatap muka dan segala hal yang berhubungan denganmu kalau nyatanya itu tak
memberikan pengaruh positif lagi untukku? Iya, dapat kujamin, aku pasti senang
melihatmu. Tapi untuk apa kalau hanya menambah coretan hitam dalam setiap
lembar kisahku? Sudah terlalu banyak coretan dalam kumpulan kisahku. Kehadiranmu,
bahkan kehadiran namamu, tak kuinginkan kalau hanya semakin membuat kisahku
nampak usang dan tak bernilai.
Kupikir,
sudah tidak akan ada lagi yang dapat mempertemukan aku dan kamu sesering dulu.
Baguslah, kupikir. Karena aku sudah melihat ‘perubahan’ entah dalam hidup, cara
pikir, atau cara pandangmu yang sekarang. Aku mengungkapkan ini semua tak
berarti kalau aku akan ‘membersihkan diriku’ dari segala tentangmu. Masih
kusisihkan serpihan-serpihan itu, karena aku tahu bahwa aku tidak mungkin benar-benar
‘melepasmu’ dari jalinan kisahku. Aku tetap ada, aku tetap mendoakanmu, aku
tetap pada rasa itu, namun aku berusaha untuk merubah cara berpikirku terhadap
sosok dan segala hal tentangmu.
Sejauh aku
melangkah selama hampir dua tahun, tepatnya 20 bulan 16 hari (pada hari ini),
dalam bayangan sosokmu setiap langkah, aku telah berhasil mendapatkan banyak hal.
Aku masih ingat betul setiap kejadian yang terekam dalam otakku yang
berkapasitas minim ini. Kamu mau mendengar peristiwa yang mana? Ah, kupikir
kamu tidak akan tertarik mendengarkan semua peristiwa dari sudut pandangku itu J
Oh iya,
terima kasih. Terima kasih sekali karena secara langsung maupun tidak, kamu
telah menuntunku untuk lebih dekat pada-Nya, berpikir lebih ‘cerdas’, lebih
terbuka dan ceria, dan semakin mencintai dunia yang unik dan penuh misteri ini,
dunia tulis-menulis. Entahlah bagaimana aku harus berterima kasih. Aku hanya bisa berjanji untu mempertahankan itu
semua meskipun secara perlahan, aku akan mengaburkan sosokmu dalam kisahku ke
depan.
Aku tetap tersenyum
dan tertawa,
namun dengan cara dan
hati yang berbeda.
Kamar Saka, Ide muncul saat renang, 13:10, Rabu 16 Mei 2012
(Agatha Elma Febiyaska)
Comments
Post a Comment