Surat Keterangan Tidak Mampu (Mengolah Hati)
Eits, tunggu dulu. Aku nggak
bakal membahas soal cinta-cintaan di sini. Tapi, tentang hmmm…. kemanusiaan?
So, my friend told me about a student in our university who got a
scholarship for poor people. Syarat untuk mendapatkan beasiswa tersebut
adalah dengan salah satunya menyertakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Itu tidak menjadi masalah apabila orang yang mengajukan beasiswa tersebut
adalah benar-benar tidak mampu untuk membiayai kuliahnya. TAPI, yang terjadi
adalah orang ini, jelas-jelas memiliki handphone
berlogo apel kegigit, giginya berpagar, suka memakai sepatu yang tidak
dapat dibeli dengan satu-dua lembar uang merah, pakaiannya mengikuti
perkembangan mode, mengendarai roda empat, hobi jalan-jalan dan makan di tempat
yang wah. Apakah dia benar-benar TIDAK MAMPU? Menurutku iya, dia tidak mampu.
Tidak mampu berpikir dan mengolah hatinya. Kasihan.
Bahkan berdasarkan informasi yang
aku dapatkan, dia sudah mendapatkan beasiswa sejenis dua kali. Waduh.
Kok ya bisa orang itu tidak
berpikir jauh? Apakah dia hanya memikirkan gaya hidup dan mencari tempat
terbaik di dalam pergaulan supaya semua orang menatap kagum dan iri padanya? Padahal
untuk mendapatkan barang-barang pendukung ke-hits-annya itu dia harus ‘menyekik’
mahasiswa lain yang benar-benar membutuhkan beasiswa itu. Oke, mungkin itu
hanya pemikiran, dugaan, dan tuduhanku.
Hanya saja, kalau dipikir-pikir,
seseorang yang bisa membeli ini-itu untuk menunjang pergaulannya dan mencari
status sosial yang baik, mosok iya
tidak bisa membiayai kuliahnya?
Ya mungkin buat dia, eksistensi
nomor satu dan kuliah nomor dua. Berkebalikan dengan banyak mahasiswa lain yang
mengutamakan kuliah dengan belajar siang-malam, rajin mengerjakan tugas, dan berjuang
ini-itu untuk mendapatkan nilai yang baik sebagai bekal mencari sebuah beasiswa
untuk meringankan beban orang tua. Sampai-sampai, mahasiswa seperti itu tidak
terlalu mementingkan fashion dan gadget. Yang penting bajunya pantas dan
sopan, gadgetnya bisa membantunya
untuk mengerjakan tugas.
Yang lebih menyedihkan lagi
adalah, perjuangan para mahasiswa sejati itu terlecehkan dengan usaha orang
yang menyontek sana-sini untuk mendongkrak nilai supaya bisa mempertahankan
beasiswanya.
Kok ya sampai hati, sih? Menciptakan nilai artifisial dan
mendapatkan beasiswa yang tidak sepantasnya.
Mengutip kata-kata Bapaknya
sahabatku,”Kamu nggak usah cari beasiswa yang pake SKTM. Mending cari beasiswa
prestasi. Bapak masih bisa mengusahakan cari uang untuk membiayai kuliahmu.
Kamu mau bapak bener-bener tidak mampu kelak? Masih banyak anak-anak yang mau
kuliah tapi sama sekali nggak mampu membiayai kuliahnya. Inget itu.”
Mari kita belajar untuk lebih
mengolah hati kita sebelum melakukan sesuatu. Ajukan pertanyaan-pertanyaan
berikut kepada hati nurani kita:
Apakah aku pantas mendapatkan
ini?
Apakah aku harus melakukan ini?
Apakah ini akan merugikan orang
lain?
Apakah aku sudah melakukan
sesuatu yang baik dan benar?
Akhirnya, apa yang kita lakukan
pasti akan diperbincangkan oleh orang lain yang melihat dan mengetahui. Baik
atau buruk.
Untuk itu, pertimbangkan dulu
sebelum mulai melangkah.
Aku tidak tahu apakah itu semua
benar atau tidak, tapi yang aku lihat sih begitu. Kontrasnya terlalu nyata:
beasiswa tidak mampu >< penampilan hits masa kini.
Monggo dijadikan bahan refleksi J
Kamis, 21 Mei 2015, 21:15
(Agatha Elma Febiyaska)
Comments
Post a Comment