Ia, Pantai, dan Kisahnya

......karena jalan itu akan terus bercabang.



Ia pun melangkahkan kakinya, semakin mendekati air yang bergulung-gulung itu. Langkahnya terhenti di suatu titik. Dibenamkannya dalam-dalam kakinya ke dalam pelukan lembut pasir putih yang basah dan berbuih. Matanya kini terpejam. Ia menanti. Matanya terpejam, namun telinganya tetap menangkap dengan baik setiap belaian ombak kepada karang, setiap kepakan sayap burung-burung yang beterbangan mengiringi sang baskara beralih ke sisi lain dunia. Nafasnya begitu tenang, setiap pori kulit tubuhnya pun menikmati udara yang begitu menyenangkan. 

Tiga menit yang singkat namun cukup untuk menyimpulkan. Kini matanya membuka perlahan, tepat saat jingga merajai tempat jauh di depan matanya. Air mata mengalir, memberikan kelegaan, membasuh perih, merelakan kisah... 

"Seperti anak ombak yang membelai kakinya untuk sesaat, lalu kembali bergumul dengan kawanannya. Begitulah kamu dalam hidupku. Hadir sejenak dalam hidupku, memberikan kenyamanan dan senyuman, lalu perlahan menarik diri dan pergi, meninggalkan bekas yang indah, yang terkadang juga terasa begitu kosong. Seperti karang yang nampak selalu kokoh meskipun berkali-kali harus dihantam ombak, yang sebenarnya sedikit bagian darinya ada yang hilang, menyatu bersama si penghantam. Begitulah aku di depanmu. Selalu tersenyum menghadapi dunia, seolah semua sesuai yang kuinginkan, namun sesungguhnya ada bagian kecil dalam diriku yang merapuh dan serpihan itu memilih untuk mengikuti kisahmu, menyertaimu, tanpa kamu ketahui, namun kurasakan pasti."

Ia tersenyum pada ombak yang berangkulan dan berlarian menuju pantai, pada jingga yang semakin berubah kelam, pada burung-burung yang semakin terbang ke sana. Ia berusaha memahami semua ini, alur kisahnya kali ini...

Ia membalikkan tubuhnya, melangkah menjauhi pantai, meninggalkan kisah itu di sana karena ia tahu pasti bahwa tak bisa membawa kisah itu ke bab baru kisahnya yang masih harus diteruskan. Kisah itu sudah selesai. Berawal dalam diam, berlangsung dalam sunyi, dan berakhir dalam hening...

Mereka sama-sama tahu, namun mereka memilih untuk diam.





actually, we have the same sky
but you never tell me how beautiful the stars on it,
so do I.
we just freeze it in our mind
keep it for ourselves...







Kamar, 17:45
(Agatha Elma Febiyaska)

Comments

Post a Comment

Popular Posts