I Just....


Sudah lama aku tak ambil peduli akan berbagai ‘pertanda’ yang berhubungan dengan dirimu. Kalau pun sesekali ngeh, aku pasti tidak akan ambil pusing dan berusahan mengaitkannya dengan apa yang akan atau sedang terjadi. Aku tidak akan berusaha menjadi peramal, karena aku sudah berjanji untuk tidak lagi terlalu menggubris sosokmu dalam kisahku.
       Namun hari ini berbeda. Sungguh berbeda, sehingga rasanya tidak mungkin untuk tidak mengabaikannya....
                Hari ini, Kamis, 18 Oktober 2012. Pagi tadi saat aku berangkat menuju kampus dengan kondisi setengah buru-buru karena aku hanya memiliki sisa waktu sekitar 15 menit sebelum dosen masuk kelas, aku mengalami ‘kesadaran’ atau kekagetan pertama di lampu merah pertama dari arah rumahku. Aku kira itu dirimu, tapi itu mustahil karena rute yang kamu ambil tak lagi sama seperti beberapa bulan lalu. Betul, itu bukan kamu. Hanya saja sosok itu mengenakan helm yang sama dengan kepunyaanmu. Sepele. Dangkal. Namun itu cukup membuatku menahan nafas beberapa detik. Satu model helm tentunya dibuat dalam jumlah belasan atau bahkan puluhan. Aku baru satu kali melihat orang yang memiliki helm yang sama dengan kepunyaanmu dan aku kenal orang itu. Oke, aku berusaha menghapus berbagai asumsi yang me-liar setelah melirik arloji-ku yang angka digitalnya semakin bertambah.         
Untuk mencapai kampusku, aku harus melewati sebuah patahan pembatas jalan. Setelah aku menyeberang dibantu dua orang polisi yang beberapa hari ini nampak rajin menjalankan tugasnya di tengah padatnya lalu lintas pagi hari, aku kembali harus menahan nafas selama beberapa detik. Sosok kedua dalam sepuluh menit terakhir yang mengenakan helm yang serupa dengan kepunyaanmu. Namun aku kembali berusaha tenang karena itu sudah pasti bukan kamu. Pertama, kamu tidak mungkin berangkat se-siang itu. Kedua, helm-mu memiliki sebuah tanda yang mebuatnya berbeda dari milik dua orang itu atau bahkan puluhan orang lain. Ketiga, kurasa, jalan yang kini kulewati bukanlah jalanmu lagi. Hanya sebuah berkat Tuhan yang bisa mempertemukan kita di tengah keramaian pagi lagi seperti dulu, beberapa kali, pada masa itu.
Tak perlu menunggu lama setelah dua peristiwa mengagetkan itu. Saat mata kuliah Basic Reading, kami yang minggu lalu diberi tugas untuk menulis sebuah surat pribadi ber-tema-kan ”breaking-hearted moment”, hari ini diberi tugas lagi untuk saling mengoreksi surat antar-teman. Absolutely, yes, it reminds me of you!
‘Penyiksaan’ pertanda-pertanda itu belum berhenti sampai di sana. Saat kami memiliki jeda waktu 30 menit, aku menemani teman-temanku untuk makan di sebuah warung mie yamin depan kampus. Ketika membayar pesanan kami, totalnya adalah Rp 18.500. Ketiga angka pertama itu means a lot for me.
Lanjut. Ketika dalam perjalanan pulang dari kampus setelah menyelesaikan tugas yang menyebabkan perutku melilit kelaparan, ketika hampir sampai di perempatan pertama menuju rumahku, di depanku ada sebuah bus kota dengan nomor 18. Why should 18? Why not 23 or 15 or anything else? Rasa heran pun menimbulkan gumaman kecil yang kutujukan pada diriku dan tentu pada-Nya,”Tuhan, hari ini kenapa sih? Ada apa sebenernya?”
Sampai di rumah, berusaha menghibur diri dengan menonton film romansa karya anak negeri, yang kudapat malah rasa heran yang bertambah. Dalam sebuah scene di kepingan CD kedua, si tokoh perempuan mengenakan topi yang di bagian depannya ter-bordir huruf inisial namamu. Entah bagaimana bisa begitu. Settingnya sedang di dalam rumah, si tokoh cewek sedang membuatkan secangkir teh atau kopi hangat untuk si tokoh cowok yang masih terlelap di sofa. Dengan memakai hem cowok yang nampak kebesaran di tubuh si tokoh cewek, dipadankan dengan hotpants yang tak nampak karena tertutup hem, si tokoh cewek mengenakan topi. Apa maksud si stylist dalam film ini? Dari sekian banyak merk topi yang ada, kenapa harus merk itu? Merk yang menggunakan inisial namamu sebagai logo. Kedua, ada lagi dalam sebuah scene menunjukkan si tokoh cewek sedang mengetik dan ada sebuah headphone tergeletak di dekat MacBooknya. Di headphone itu terdapat inisial nama belakangmu. Oke, mungkin aku memang terlalu memerhatikan detail-detail tak penting dalam film itu. Tapi kedua scene tadi menggelitik rasa-ku.
Setelah rampung menonton film itu, aku langsung menyambungkan laptop ke internet dan menulis sebuah kalimat yang terdiri dari 140 kata di akun Twitterku: Hari ini terlalu banyak tanda. Di perjalanan, di warung makan, di tugas, bahkan di dalam film yg baru saja aku tonton. What's going on? :')
Mungkin aku terlalu melebih-lebihkan semuanya dan mungkin hanya ada satu jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang terus terlontar dalam benakku: aku kangen kamu. That’s all. Period.




Kamar Saka, berusaha menjawab keheranan, 18:40
(Agatha Elma Febiyaska)

Comments

Popular Posts