Bantuan Untuk Move On

Ungkapan seorang teman malam tadi cukup mengusik pikiran dan perasaan,

“Kalo aku berjuang sendirian, pasti berat banget dan nggak bakal kuat. Untungnya, dia mau bantu lho. Dia bantu dengan menjauh dan mendiamkan aku cukup lama.”

Tadi sepulang beribadah, kami mampir ke sebuah gerai donat untuk membicarakan berbagai hal yang ada di hidup kami belakangan ini. Mencoba menengok peristiwa-peristiwa yang terjadi di tahun 2015, bahkan di tahun-tahun hidup kami sebelumnya. Hingga tiba pada topik move on dan temanku mengucapkan kalimat di atas.

Move on sama sekali bukan perkara mudah, jika aku mencoba merefleksikan dari cerita-cerita orang terdekat dan ceritaku sendiri. Apalagi move on dari cinta pertama.

Mencoba untuk merefleksikan ungkapan temanku tersebut dan mencoba mengaitkannya dengan ceritaku, aku sepatutnya bersyukur ketika aku mencoba mengungkapkan perasaanku pada seseorang yang mampu menjadi inspirasi hidupku dan dia merespon dengan “terima kasih, adikku” lalu dia menghilang dan menghindar. Itu adalah langkah besar yang pernah aku lakukan dan sekaligus jawaban paling menohok yang pernah aku dapatkan.

Namun aku seharusnya bersyukur dengan ungkapanku dan jawabannya karena memang kami tidak seharusnya bersama. Aku harus memahami posisinya sehingga aku tidak mungkin memiliki hubungan lebih dari sekedar teman dengannya. Tuhan sungguh membantuku untuk melegakan hatiku dan menjauhkan aku dari dosa yang lebih dalam. Dengan menyatakan perasaanku, aku menjadi lebih lega meskipun menyakitkan dan dengan mendapatkan jawaban tersebut darinya, aku menjadi terhindar dari melakukan hal yang tidak sesuai dengan kehendakNya. Tuhan sungguh masih menyayangiku dan dirinya.

Semenjak itu, dia terkesan seperti menghindariku dan dia memberikan batas jelas yang bisa aku raih. Aku tidak boleh melebihi batas tersebut kalau aku tidak ingin dia berlari lebih jauh.

Usahanya untuk menghindariku sebenarnya membuat ‘pekerjaanku’ untuk meninggalkannya menjadi lebih ringan. Hal tersebut menyakitkan dan menyedihkan, memang, namun kalau dia justru memberikan respon yang terlalu baik atau berpura-pura baik untuk menjaga perasaanku, aku malah bisa jadi semakin susah menghapusnya dari kisahku selanjutnya.

Aku bersyukur karena aku tidak harus berjuang sendirian untuk meninggalkan rasa itu di belakang. Dia bersedia membantuku dengan sangat baik. Meskipun aku masih kerap gagal dalam usahaku, setidaknya kegagalan tersebut tidaklah terlalu parah dan menjatuhkanku lebih dalam. Yang kujumpai hanyalan sandungan-sandungan kecil yang masih bisa aku atasi jika aku lebih berhati-hati.

Aku ingin segera menulis kata ‘the end’ pada kisah tersebut. Semoga, sebelum tahun 2016 ini mencapai pertengahan, aku sudah bisa menuliskannya.

Dia bukan cinta pertamaku, tapi dia membuatku berhasil move on dari cinta pertamaku dan sekarang aku harus move on  darinya. 


Terima kasih atas bantuannya, kamu J






23:08, 3 Januari, 2016

(Agatha Elma Febiyaska)

Comments

Popular Posts